Budaya Malu

Budaya Malu

Selamat pagi siang dan sore. Tulisan ini dirancang pagi,datang ilham siang dipost agak sore. Mungkin akan ada editing di malam hari. Sudahkah anda ngopi hari ini? 

Salam santun terlebih dahulu untuk kita semua, tulisan ini tidak bermaksud memojokan namun untuk kita renungkan. Dalam khasanah sastrasukasuka semua tergantung dalam berbagai sudut pandang. Sah sah saja.

Agar tidak terlalu serius kita khiaskan lagi dengan Kota Antah berantah nun jauh disana. Di ceritakan di pinggiran kota antah berantah pula.







Sore menjelang malam itu seperti biasa saya menelusuri jalanan dengan sepeda motor. Sebelum memasuki wilayah, saya memasuki dahulu jalanan sebuah perumahan yang ditengahnya ada jalanan utama. Jalanan utama itu tepat sejajar dengan rangkaian tiang sutet yang menjulang.

Entah kebetulan atau tidak, sebuah jalanan utama sebuah perumahan pasti terhampar diantara tiang sutet yang menjulang.

Jalanan utama itu terdiri dari 2 jalur,sudah 3 bulan disosialisasikan agar semua jenis kendaraan berada di jalurnya masing masing : tidak melawan arus. Rata rata patuh, namun banyak pula yang tidak. Sesekali saya mendapati orang yang melawan arus tanpa menggubris orang lain ditambah dengan kecepatan kendaraan yang lumayan kencang. Mungkin karena dia menganggap itu daerahnya.

Sah sah saja. Toh ini bukan jalanan protokol atau jalan raya, ini hanya jalanan perumahan dengan ukuran yang besar.


Ada benang merah yang bisa kita ambil dari peristiwa ini :

  • Budaya malu

Saya mengajarkan diri saya sendiri untuk malu dengan spanduk yang dipampang para pengurus perumahan  agar kendaraan bermotor tertib  masuk ke jalur yang sudah ditetapkan. 

Malu karena merasa saya hanya menumpang melintas masuk ke perumahan tersebut lalu keluar sebelum akhirnya kembali ke jalanan kampung dimana saya tinggal. Saya harus patuh.


  • Norma tidak tertulis

Di berbagai daerah mungkin kita sepakat agar memelankan laju kendaraan apabila memasuki perumahan ramai penduduk. Terlebih di sore hari terlihat beberapa orang yang terlihat duduk duduk di dekat pinggiran jalan. Biasanya kurang etis apabila kita tidak melayangkan senyum atau sekedar mengucap permisi. Pribahasa orang tua basa basi itu adalah hal yang murah.

Itu adalah sebagian dari norma tak tertulis itu. Karena ini adalah Timur. Kita menjunjung tinggi hal tersebut. Orang tua kita menurunkan semua nilai nilai itu dari generasi ke generasi melalui apa yang disebut budaya.

Salam santun dari Kota Antah berantah nan jauh dimata.

You may like these posts